Lingkungan dan Keberlangsungan Sebuah Negara*

Lingkungan dan Keberlangsungan Sebuah Negara*

KERAJAAN Singosari: 1222-1292 M.(70 tahun); Kerajaan Kediri: 1042-1222 M. (1,8 abad); Kerajaan Majapahit: 1293-1500 M. (2,07  abad); Kerajaan Sunda: 669-1579 M. (9,1 abad). Dari fakta sejarah itu pertanyaan yang muncul adalah kenapa Kerajaan Sunda dapat bertahan 9 abad lebih sedangkan kerajaan lainnya di Pulo Jawa, termasuk Kerajaan Majapahit yang termashur itu, tidak lebih dari 2,5 abad.

Hingga saat ini parasejarawan belum ada yang bisa memberi penjelasan yang komperehensif mengenai kejayaan Kerajaan Sunda. Kalaupun ada yang mencoba membahasnya pada umumnya hanya bertumpu pada ilustrasi sipat orang Sunda yang tidak rakus kekuasaan, sehingga di Kerajaan Sunda  tidak pernah terjadi perang besar memperebutkan tahta. Walaupun ada tanda-tanda ke arah itu, bisa segera tertangani.

Sudah barang tentu “kamandang” tersebut tidak cukup untuk menjelaskan mengenai apa yang menyebakan Kerajaan Sunda dapat bertahan selama 9 abad lebih itu. Bahkan memunculkan pertanyaan baru: Kenapa orang Sunda tidak tergiur oleh kekuasaan? Kenapa orang Sunda tidak memperdulikan tahta atau kedudukan, setidaknya sampai jatuhnya Kerajaan Sunda pada tahun 1579 Maséhi?

Faktor alam
Untuk menjawab pertanyaan kenapa Kerajaan Sunda dapat bertahan selama 9,1 abad, dugaan (hipotesa) lain yang patut dikedepankan adalah: karena faktor alam. Di wilayah Kerajaan Sunda yang meliputi Jakarta, Banyumas, dan sebagian daerah Brebes, terdapat banyak gunung berapi sehingga tanahnya subur. Daerahnya berbukit-bukit yang memberikan mata air berlimpah yang kemudian menjadi puluhan sungai.

Dengan kata lain, selain keindahannya sampai-sampai MAW Brouwer berucap: Tuhan menciptakan Priangan sambil tersenyum, alam dan lingkungan di wilayah Kerajaan Sunda memudahkan orang Sunda dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan kehidupannya tanpa bekerja keras.  Alam Tatar Sunda  memberikan segala-galanya pada orang Sunda  untuk hidup sejahtera.

Dibalik “keramahannya” sehingga “meninabobokan” orang Sunda, alam dan lingkungan Tatar Sunda sangat menghendaki perlakuan yang istimewa. Menurut parageolog curah hujan di Jawa Barat cukup tinggi sehingga mempercepat pelapukan bebatuan dan tanahna pun menjadi labil. Akibatnya, pada  musim hujan longsor di Jawa Barat  paling sering terjadi dibandingkan di daérah lain di Nusantara.

Leluhur Sunda sudah lama menyadari keadaan alam dan lingkungannya yang demikian itu.  Raja-raja Sunda sangat memperhatikan sekali lingkungan, demikian juga kerajaan-kerajan bagian (Kerajaan Sunda menganut sistem seperti negera federal, kekuasaan tidak terpusat pada satu tempat). Sejarah lisan menyebutkan  di salahsatu kerajaan bagian, rajanya memberlakukan hukuman mati bagi yang merusak alam.

Naskah kuna peninggalan abad ke-16, Carita Parahyangan (CP), secara tidak langsung menggambarkan keberhasilan Niskalawastu Kancana dalam memperlakukan alam dan lingkungan. CP menulis  (terjemahaan): Air, cahaya, angin, langit, dan bumi pun merasa damai berada dalam genggaman pelindung dunia. Kata damai dapat diartikan, pada jaman Niskalawastu Kancana tidak pernah terjadi bencana alam.

Keruntuhan Majapahit
Naskah kuna Pararaton, sumber sejarah penting di Jawa, secara tidak langsung menunjukkan bencana alam berpengaruh besar terhadap keruntuhan Kerajaan Majapahit. Para géolog menduga pada saat  berkecamuk Perang Paregreg, perang saudara memperebutkan kekuasaan, sepeninggal Hayam Wuruk, terjadi musibat alam seperti lumpur Lapido sekarang, hanya belum diketahui penyebabnya.

Kisah Timun Mas dapat dipakai petunjuk pernah terjadinya musibat seperti lumpur Lapindo zaman Majapahit. Untuk menyelematkan diri dari kejaran raksasa, Timun Mas oleh orang tuanya dibekali empat benda ajaib yang harus dilemparkan ketika terdesak. Terakhir ia melemparkan segenggam terasi: seketika muncul hamparan lumpur maha luas yang menggelamkan raksasa, dan Timun Mas selamat.

Selain lumpur Lapindo, konon jalur aliran Kali Berantas  zaman Majapahit tidak seperti sekarang ini. Terdapat   bukti geologi  aliran  sungai tersebut berpindah dari semula tetapi belum diketahui penyebabnya. Bencana alam lumpur Lapindo, pindahnya jalur aliran Kali Brantas, ditambah akibat gunung meletus, Pararaton mencatat Majapahit pernah dilanda krisis pangan yang sangat parah.

Abai sejarah dan  kearifan
Karena kita, manusia sekarang, ini tidak mampu membaca dan memaknai sejarah, di negara kita, juga di Tatar Sunda, alam dan lingkungan tidak dijaga dengan baik, malah sebaliknya dirusak habis-habisan. Akibatnya di negara kita sering terjadi bencana alam. Musim kemarau kekeringan sehingga lahan pertanian kekurangan air, pada musim hujan banjir, banjir bandang dan longsor sering terjadi.

Kearifan paraleluhur Sunda mengenai alam dan lingkungan, sebenarnya masih dapat dijumpai di kampung adat: di antaranya di Kanekes (Baduy), Kampung Naga, Kampung Dukuh, Kampung Kuta, Kampung Ciptagelar, dan Kampung Cikondang. Di tengah keterbatasannya, dalam hal ini tidak punya kekuasaan dan kewenangan, mereka menjalankan ‘pesan’ dan ‘amanat’ leluhurnya itu dengan konsisten.  

Apabila kita mengabaikan amanat sejarah dan  kearifan yang berkaitan dengan alam serta lingkungan, sehingga alam dan lingkungan terus-terusan dizalimi, terus-terusan dieksploitasi untuk memenuhi napsu duniawi, kita menaruh tanda tanya besar di belakang kata Provisni Jawa Barat dan Negara Indonesia. Tanda tanya besar tersebut mempertanyakan keadaan dan nasib Jawa Barat dan Indonesia ke depan.

Untuk Jawa Barat, kalau setiap tahun di musim hujan selalu terjadi bencana, longsor dan banjir, dan musim kemarau di mana-mana kekurangan air, bisakah menjadi propinsi termaju dan terdepan di negara kita?  Untuk Indonesia, negara kita sudah berumur  71 tahun (1945-2016), jika kerusakan alam dan lingkungan semakin menjadi-jadi, kira-kira mampukah negara kita dapat bertahan lebih dari dua abad?*** Nanang Supriatna
Alumnus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, wartawan SKM Galura, mahasiswa Pascasarjana UNINUS Bandung.

*Dimuat di Harian Umum Galamedia, 17 Nopember 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini